jateng.jpnn.com, SEMARANG - Gelombang demonstrasi yang berlangsung pada akhir Agustus 2025 masih menyisakan keprihatinan terkait penangkapan perempuan di berbagai daerah.
Hingga kini, tiga perempuan berinisial L, F dan G masih ditahan aparat kepolisian.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai penahanan tersebut tidak prosedural dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Organisasi yang tergabung dalam Jaringan Women, Peace and Security (WPS) Indonesia menyatakan dukungan terhadap langkah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menyoroti kasus ini.
“Penangkapan nonprosedural terhadap perempuan, termasuk dugaan pemaksaan menandatangani surat pengakuan tersangka, mencederai mandat undang-undang,” kata pernyataan Jaringan WPS, Senin (22/9).
Komnas Perempuan sebelumnya menyebut tindakan aparat bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perlindungan Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Aturan tersebut menegaskan hak perempuan atas rasa aman, pendampingan hukum, privasi serta pemulihan.
Jaringan WPS juga menyoroti pola represi yang meluas ke ruang digital melalui hoaks, doxing dan penggunaan pasal karet UU ITE.