jatim.jpnn.com, SURABAYA - Anggota Komisi A DPRD Surabaya Mohammad Saifuddin melontarkan sikap keras terhadap pihak-pihak yang menjadikan konflik warga sebagai konten media sosial (medsos). Dia menilai praktik tersebut justru memperbesar persoalan dan merusak keteduhan Surabaya sebagai kota yang menjunjung tinggi kerukunan.
“Selama konflik rakyat dijadikan konten di media sosial, konflik kecil akan membesar dan konflik besar makin menggunung,” kata Saifuddin, Minggu (28/12).
Politikus Partai Demokrat itu menyatakan Surabaya bukan ruang bebas untuk adu domba antarwarga. Dia meminta semua pihak menghentikan narasi yang berpotensi memicu kegaduhan dan perpecahan sosial.
“Stop mengadu domba karena Surabaya adalah kota teduh, bukan kota gaduh. Kita ini seduluran saklawase,” ujar mantan aktivis PMII tersebut.
Saifuddin mengingatkan banyak persoalan besar di Surabaya tidak pernah selesai hanya lewat konten media sosial. Menurutnya, penyelesaian konflik harus ditempuh melalui jalur hukum dan mekanisme pemerintahan yang berwenang.
“Kasus penahanan ijazah itu bisa selesai karena mengedepankan hukum, bukan karena konten,” tuturnya.
Dia juga menyinggung polemik parkiran di kawasan Petra Manyar yang sempat memicu protes warga. Dalam kasus itu, kata Saifuddin, penyelesaian akhirnya dilakukan langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
“Pada akhirnya wali kota yang menyelesaikan semuanya. Terima kasih kepada wali kota, kadang beliau tidak ikut makan, tetapi dipaksa untuk cuci piring,” ucapnya.



















































