bali.jpnn.com, DENPASAR - Gubernur Wayan Koster menyoroti secara emosional urgensi Perda Perlindungan Pantai dan Sempadan Pantai saat Rapat Paripurna ke-20 Masa Persidangan I Tahun 2025–2026, yang digelar di Ruang Rapat Wiswasabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Senin (29/12) kemarin.
Ia menyinggung fenomena penguasaan pantai oleh investor yang membatasi akses publik, termasuk masyarakat adat yang hendak melaksanakan upacara keagamaan.
“Pantai itu milik publik. Tidak ada orang yang membeli pantai.
Ketika masyarakat kesulitan melakukan upacara adat di pantainya sendiri, maka disitulah negara harus hadir,” ujar Koster.
Perda ini, kata Koster, dinilai menjadi tameng penting agar pantai tetap menjadi ruang publik, ruang adat, dan ruang ekonomi masyarakat lokal, bukan dikuasai sepihak oleh kepentingan investasi.
Hal serupa disampaikan terkait pembentukan Perumda yang bergerak di bidang air.
Menurut Koster, air adalah sumber kehidupan dan menjadi prioritas utama dalam Haluan Pembangunan Bali 100 Tahun.
“Tanpa air tidak ada kehidupan. Maka sumber daya air harus dikelola dengan baik, dari hulu hingga distribusinya kepada masyarakat,” kata Koster.



















































