jatim.jpnn.com, SURABAYA - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan sistem parkir digital pada 2026 memunculkan kekhawatiran di kalangan juru parkir (jukir), khususnya terkait kepastian aturan dan skema penghasilan.
Paguyuban Jukir Surabaya (PJS) menilai kebijakan parkir digital tidak bisa disamaratakan karena regulasi dan kondisi lapangan antara parkir di tepi jalan umum dan parkir di halaman tempat usaha berbeda.
Wakil Ketua PJS Feri Fadli menjelaskan secara aturan, parkir di dua lokasi tersebut sudah diatur dalam peraturan daerah (Perda) yang berbeda.
“Perdanya kan ada dua, kalau tepi jalan umum itu retribusi parkir dan yang di halaman ini pajak parkir,” kata Feri di Surabaya, Kamis (18/12).
Menurut Feri, penggunaan sistem parkir digital di halaman tempat usaha tidak menjadi persoalan karena merupakan hak pengelola usaha. Pemerintah, kata dia, hanya berwenang mengamankan kewajiban pajak.
“Kalau yang di halaman bicara hak, sebetulnya yang punya hak kan yang punya halaman. Pemerintah hanya bisa mengamankan pajak 10 persennya itu,” jelasnya.
Walakin, dia menilai penerapan parkir digital juga harus mempertimbangkan kondisi fisik lokasi usaha. Menurutnya, tidak semua tempat memungkinkan untuk pemasangan perangkat parkir digital.
“Saya contohkan ada restoran mi yang di Jalan Ambengan itu enggak bisa, taruh mana alatnya? Kemudian di Jalan Bung Tomo itu macet, kalau ada alat susah masuk,” ucapnya.



















































