jabar.jpnn.com, BOGOR - Wacana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali menuai kritik.
Pakar Manajemen Publik Universitas Ibn Khaldun Bogor, Nandang Sutisna, menilai skema tersebut berpotensi melemahkan demokrasi lokal dan membuka ruang politik transaksional.
“Jika kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, maka kedaulatan rakyat dipindahkan ke tangan elite politik. Ini jelas merupakan kemunduran demokrasi,” ujar Nandang, Senin (29/12/2025).
Menurut Nandang, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa Pilkada melalui DPRD sangat rentan terhadap praktik jual beli suara dan kompromi politik tertutup.
Proses pemilihan yang berlangsung di ruang elite dinilai jauh dari pengawasan publik sehingga memperbesar potensi terjadinya transaksi politik.
“Transaksi politik justru akan lebih masif karena tidak transparan,” katanya.
Ia juga menyoroti dampak lanjutan terhadap tata kelola pemerintahan daerah. Kepala daerah yang terpilih melalui DPRD, lanjut Nandang, cenderung memiliki ketergantungan politik kepada fraksi atau kelompok tertentu yang memilihnya.
Kondisi ini berisiko membuat kebijakan publik lebih melayani kepentingan elite dibandingkan kebutuhan masyarakat luas.



















































