jpnn.com, JAKARTA - Pengawasan ruang digital menjadi kebutuhan struktural untuk memastikan ekosistem digital tetap aman, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
Buku Data Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital (Ditjen Wasdigi) Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) periode 20 Oktober 2024 hingga November 2025 mencatat pergeseran penting pendekatan pengawasan.
Negara tidak lagi hanya bertumpu pada penindakan konten bermasalah, tetapi memperkuat tata kelola platform, mekanisme kepatuhan, serta perlindungan kelompok rentan di ruang digital.
“Risiko di ruang digital berkembang semakin kompleks dan terstruktur. Karena itu, pengawasan tidak bisa bersifat reaktif semata, melainkan harus dilakukan secara sistematis, terukur, dan melibatkan berbagai pihak,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar.
Salah satu langkah penguatan pengawasan pada 2025 adalah pengesahan dan implementasi kebijakan perlindungan anak di ruang digital melalui PP Tunas (Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak) guna menciptakan ruang digital aman bagi anak Indonesia dengan mewajibkan platform digital menerapkan kontrol akses konten, verifikasi usia, dan fitur perlindungan.
Kebijakan ini menandai pendekatan baru pengawasan yang tidak hanya berfokus pada konten, tetapi juga pada desain sistem dan tanggung jawab platform digital.
Pengaturan fitur, klasifikasi usia, serta mitigasi risiko menjadi bagian dari upaya melindungi anak dan remaja sebagai kelompok pengguna yang rentan.
“Perlindungan anak di ruang digital harus dimulai dari hulu, yakni dari bagaimana sistem dan fitur platform dirancang. Melalui PP Tunas, kami mendorong platform digital untuk memastikan adanya kontrol akses, klasifikasi usia, dan mekanisme perlindungan yang memadai agar anak dapat menggunakan ruang digital secara aman,” kata Alexander.






















































