jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka menyatakan dukungannya terhadap Nota Kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung dan empat provider telekomunikasi terkait mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum. Namun, politikus Fraksi Partai Gerindra ini menekankan pentingnya pengawasan ketat untuk mencegah pelanggaran privasi warga.
"Kami mendukung MoU penyadapan dalam konteks penegakan hukum. Namun, kerja sama ini harus dibarengi mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran privasi data warga negara," kata Martin saat dihubungi, Jumat (27/6).
Martin menjelaskan, penyadapan seharusnya hanya dilakukan untuk kasus-kasus pidana berat seperti korupsi dan pencucian uang dengan proses perizinan yang jelas.
"Penyadapan harus terbatas pada kejahatan serius melalui prosedur yang transparan. Kita tahu kejahatan seperti pencucian uang dan pelacakan buronan sangat dinamis, tetapi penegak hukum harus tetap bekerja dalam koridor yang jelas," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya akuntabilitas dalam pelaksanaan MoU tersebut. "MoU ini perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi. Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik," tegas Martin.
Lebih lanjut, Martin mendorong kolaborasi dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak sipil. "Kami apresiasi inisiatif Kejagung dalam memerangi kejahatan, terutama korupsi. Namun, penyadapan ibarat pisau bermata dua yang harus digunakan dengan sangat hati-hati," jelasnya.
Sebagai bentuk pengawasan, Komisi III DPR akan memantau implementasi MoU ini untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan. "DPR akan mengawasi pelaksanaannya agar tetap sesuai dengan prinsip hukum dan perlindungan hak warga negara," pungkas Martin. (tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: