jpnn.com, JAKARTA - Pemilu 2029 diprediksi akan menjadi pesta demokrasi terbesar dalam era digital Indonesia. Dengan lebih dari 200 juta pengguna internet, pertarungan politik tidak hanya terjadi di lapangan, tetapi di masa media sosial yang kini menjadi medan utama perebutan suara.
Riset We Are Social dan Hootsuite pada 2025 mencatat bahwa lebih dari 85 persen pemilih muda usia 17–35 tahun mengandalkan media sosial sebagai sumber utama informasi politik. Artinya, elektabilitas calon presiden (capres) akan sangat dipengaruhi oleh narasi, konten, dan persepsi yang dibentuk di ruang digital.
“Suara pemilih muda ditentukan bukan hanya oleh visi-misi, tetapi juga storytelling, gaya komunikasi, dan konsistensi digital branding para calon,” ujar Dr. Taufik Rachman, ST., MBA, pemilik platform kampanye digital Rajakomen.com, Selasa (1/7).
Dia menyebut konten seperti video keseharian capres lebih efektif daripada iklan statis di televisi.
Strategi kampanye digital yang efektif mencakup pembangunan personal branding calon, distribusi konten masif dan organik, serta keterlibatan relawan digital seperti kreator konten, mahasiswa, hingga komunitas emak-emak online.
Platform seperti Rajakomen.com disebut dapat membantu menyebarkan narasi positif melalui akun nyata, bukan bot, dengan moderasi komentar yang profesional.
Tim kampanye juga dituntut untuk responsif terhadap isu harian dan sentimen publik. Dengan memantau komentar, menangkal hoaks, dan memberikan respons cepat yang humanis, citra capres bisa dibentuk sebagai sosok yang peduli dan adaptif.
Strategi ini sekaligus memperkuat hubungan emosional dengan pemilih digital.