jpnn.com, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak umat Islam melakukan refleksi dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2025.
Peringatan Hari Santri setiap 22 Oktober, harus menjadi momentum untuk tidak hanya mengenang jasa para pendahulu, tetapi juga mengukuhkan peran santri sebagai agen perubahan dan pilar moderasi beragama di tengah kompleksitas tantangan kebangsaan dan global.
"MUI mengajak seluruh komponen bangsa untuk melakukan refleksi kritis terhadap perjalanan santri," kata Waketum Wantim MUI Zainut Tauhid Sa'adi, Kamis (23/10).
Sejarah mencatat, santri dan ulama adalah garda terdepan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Hal ini membuktikan bahwa identitas keislaman sejalan dan tak terpisahkan dari semangat keindonesiaan.
Di era disrupsi informasi dan ideologi, lanjutnya, pondok pesantren dan santri harus menjaga oriensialitas (keaslian) dalam pengajaran agama yang moderat (tawasuth), seimbang (tawazun), dan toleran (tasamuh), sembari menghindari jebakan pemahaman keagamaan yang ekstrem dan tertutup.
Pendidikan pesantren tak boleh hanya menjadi menara gading yang eksklusif, tetapi harus menjadi laboratorium kearifan lokal dan global yang mencetak generasi berilmu tinggi, berakhlak mulia, dan berwawasan luas.
Zainut mengatakan peringatan Hari Santri diiringi duka mendalam dan keprihatinan atas serangkaian peristiwa yang menguji murwah pesantren.
Musibah seperti ambruknya musala Ponpes Al Khoziny yang merenggut korban jiwa, serta kasus-kasus internal yang melukai rasa kemanusiaan seperti aksi bullying dan pelecehan seksual dan beberapa narasi negatif lainnya.