jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pasal yang mengatur peredaran produk tembakau dinilai tidak hanya menekan industri nasional, tetapi juga mencerminkan adopsi agenda asing yang tidak sah secara hukum di Indonesia.
Ahli Hukum Universitas Trisakti, Ali Rido menuturkan dugaan penggunaan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai rujukan dalam penyusunan PP 28/2024, sebagai kekeliruan konstitusional.
“FCTC itu sampai detik ini itu tidak diratifikasi oleh Indonesia. Sehingga secara konsepsi peraturan perundang-undangan itu tidak boleh dijadikan rujukan. Bahasa agamanya itu ya haram untuk dijadikan rujukan,” ujarnya.
Rido menegaskan sumber sah dalam pembentukan regulasi nasional adalah Pancasila, UUD 1945, dan Undang-Undang.
Menurutnya, menjadikan FCTC sebagai acuan mencerminkan dominasi agenda asing yang bertolak belakang dengan semangat kemandirian hukum Indonesia.
Sebagai solusi, dia mengusulkan dua jalur hukum untuk membatalkan atau merevisi PP 28/2024.
“Satu melalui executive review. Dalam hal ini karena PP 28/2024 itu dibentuknya oleh eksekutif. Yang kedua, melalui judicial review, dan ini memang harus ada yang merasa dirugikan,” terangnya.
Dia juga menyoroti pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan regulasi.