jatim.jpnn.com, SIDOARJO - Upaya mengidentifikasi jenazah korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, masih menemui banyak kesulitan.
Tim Biddokes Polda Jatim hingga kini terus bekerja melakukan pencocokan data ante mortem dan post mortem, meski hasil yang sah secara hukum belum juga diperoleh.
Kaur Kesehatan Kamtibmas Subdit Dokpol Biddokes Polda Jatim Kompol Naf’an mengungkapkan metode identifikasi memerlukan kecermatan tinggi.
Ada beberapa cara primer seperti sidik jari, gigi, hingga DNA, serta metode sekunder melalui tanda medis dan properti korban.
“Kalau primer ada sidik jari. Apabila sidik jari antara pembanding dan jenazah cocok berarti teridentifikasi. Dari sidik jari tidak ditemukan maka kedua adalah gigi. Kalau gigi tidak ditemukan maka sampel pembanding dari orang tua diterbangkan ke Pusdok Polri,” jelasnya, Sabtu (4/10).
Namun, kendala muncul karena sebagian besar korban tidak memiliki dokumen identitas resmi.
“Tingkat kesulitannya adalah di antaranya rata-rata belum punya KTP sehingga kalau sebagai pembanding korban adalah kami berusaha meminta apakah itu rapor, ijazah yang dipunyai, dengan cap jempol maupun sidik jarinya berupa cap tiga jari,” jelasnya.
Sayangnya, dokumen pembanding itu pun tidak selalu bisa digunakan. Beberapa dokumen yang diterima itu, menampilkan tinta terlalu tebal, serta tidak jelas.



















































