jpnn.com, JAKARTA - Kedaulatan pangan bukan hanya slogan, melainkan fondasi ketahanan nasional. Dalam konteks inilah, sikap Presiden Prabowo Subianto untuk memperketat larangan alih fungsi lahan sawah perlu mendapat dukungan penuh.
Hal itu disampaikan Azis Subekti, Anggota DPR RI Fraksi Gerindra di Jakarta, Sabtu (18/10).
Menurutnya, pernyataan Presiden bukan sekadar seruan moral, tetapi peringatan keras terhadap realitas lapangan: bahwa lahan-lahan produktif kita terus menyusut akibat tekanan investasi dan urbanisasi yang tidak terkendali.
Data Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) menunjukkan, Indonesia saat ini memiliki sekitar 7,38 juta hektare lahan baku sawah, namun luasannya terus terancam berkurang.
Pemerintah menargetkan agar 87 persen dari total lahan baku tersebut dapat dikunci menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), artinya tidak boleh dialihfungsikan untuk kepentingan apa pun selain pertanian.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa celah hukum dan lemahnya pengawasan sering kali membuat kebijakan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Saya memandang bahwa akar masalah alih fungsi sawah tidak hanya soal izin, tetapi menyangkut sinkronisasi tata ruang dan integritas kebijakan daerah. Banyak daerah belum menyelesaikan pembaruan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang sejalan dengan peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) yang ditetapkan pemerintah pusat," tutur Azis.
Akibatnya, kata dia, terjadi tumpang tindih antara peta nasional dan rencana daerah.