jateng.jpnn.com, SEMARANG - Peringatan International Women’s Day (IWD) 2025 di Kabupaten Semarang diwarnai dengan keprihatinan atas tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan.
Hingga Maret 2025, tercatat 33 kasus kekerasan seksual, di mana setengahnya terjadi di lingkungan pesantren.
Fakta ini diungkap dalam diskusi publik yang digelar LBH APIK Semarang bersama Yayasan IPAS Indonesia, dengan tema Implementasi UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk Perlindungan dan Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan.
"Kekerasan seksual di Kabupaten Semarang sangat memprihatinkan. Maret belum selesai, tetapi sudah mencapai 33 kasus. Separuhnya terjadi di pesantren," ujar Kepala Bidang PPPA DP3AKB Kabupaten Semarang Retna Prasetijawati, Sabtu (8/3).
Selain itu, banyak kasus KDRT yang akhirnya tidak diproses hukum karena korban masih bergantung secara ekonomi pada pelaku.
Diskusi ini juga menyoroti kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, dan perlindungan bagi korban.
Pengelola Program Anak dan Remaja Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang Vina Dhian mengungkapkan bahwa puskesmas, dan rumah sakit turut berperan dalam memberikan hak-hak korban.
Namun, dia menyoroti masih adanya praktik menikahkan korban dengan pelaku, yang justru semakin memperburuk keadaan korban.