jpnn.com - TERIK matahari membakar tanah yang dahulu teduh oleh rindangnya pepohonan. Kini, hutan lindung Batang Ulak di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, yang tersisa hanyalah bentang alam gersang.
Debu-debu beterbangan menari di udara, menutupi luka yang menganga. Pohon-pohon yang pernah berdiri angkuh sebagai penjaga ekosistem, kini tumbang dan membusuk, tak bernilai.
Laporan Rizki Ganda Marito, Kampar
Perjalanan darat dari Kota Pekanbaru ke lokasi ini memakan waktu hampir enam jam. Namun, rasa lelah perjalanan tak seberapa dibanding perih hati menyaksikan kerusakan yang terjadi akibat deforestasi ini.
Raksasa-raksasa hutan dengan diameter batang mencapai dua meter dan tinggi belasan meter, telah rebah tak berdaya. Usia mereka yang puluhan hingga ratusan tahun tak mampu melawan gergaji dan ketamakan manusia.
Lebih dari 10 hektare kawasan hutan lindung telah berubah menjadi lahan gundul.
Tanah-tanah merah yang terbuka kini bersiap menyambut bibit-bibit kelapa sawit yang sudah disiapkan di lokasi.
Ironisnya, kerusakan ini bukan terjadi karena kelalaian semata, tetapi diduga kuat sebagai hasil dari kesengajaan yang dilakukan oleh oknum ketua adat Desa Balung, berinisial DM, bersama sejumlah rekannya.