jateng.jpnn.com, SEMARANG - Fakta mengejutkan kembali terkuak dalam sidang kasus dugaan perundungan dan pungli di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Salah satu saksi, dr Khalika Firdaus, mengungkap praktik penggunaan joki untuk mengerjakan tugas ilmiah residen senior.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (25/6), dr Khalika menyebut ada lebih dari 10 joki yang dipakai jasanya. Para joki tersebut dibayar menggunakan uang kas yang dikumpulkan dari residen junior angkatan 77, masing-masing sebesar Rp20 juta.
"Residen angkatan saya diminta mengerjakan tugas ilmiah dari senior angkatan 76. Tugasnya tidak tahu milik siapa, tetapi yang memberi dari angkatan atas," ujar Khalika di hadapan majelis hakim yang dipimpin Djohan Arifin.
Tak hanya soal joki, fakta lain diungkap dr Bayu Arif Wibowo, saksi sekaligus mantan bendahara residen angkatan 77.
Dia menyebut para peserta PPDS diwajibkan menyetor "tabungan pendidikan" senilai Rp80 juta di luar biaya resmi kampus.
"Ada juga uang kas Rp20 juta per orang yang dipakai untuk kebutuhan rumah tangga residen, biaya kontrakan, konsumsi, hingga membayar joki tugas ilmiah," beber Bayu.
Seperti diketahui, kasus ini menyeret tiga terdakwa, yakni Kaprodi Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip dr Taufik Eko Nugroho, staf administrasi Sri Maryani, dan residen senior Zara Yupita Azra.