jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui Direktorat Sumber Daya terus menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan kebijakan pendidikan tinggi yang inklusif dan berdampak.
Tahun 2025 menjadi tonggak penting bagi kebijakan sertifikasi dosen. Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Nomor 53/B/KPT/2025, syarat Tes Kemampuan Dasar Akademik (TKDA) dan Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) resmi dihapuskan, digantikan dengan penilaian berbasis portofolio dan unjuk kerja Tridharma.
Direktur Sumber Daya Kemdiktisaintek, Sri Suning Kusumawardani mengatakan, langkah ini dimaksudkan untuk memperluas akses, memperkuat keadilan, dan memastikan sertifikasi dosen lebih mengakomodir keberagaman, termasuk dosen penyandang disabilitas.
"Pelaksanaan sertifikasi dosen (Serdos) tahun ini bukan hanya capaian administratif, tetapi refleksi komitmen Kemdiktisaintek terhadap kesejahteraan dan profesionalisme dosen," kata Sri Suning dalam Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Sertifikasi Dosen 2025”, Senin (13/10).
Kemdiktisaintek, lanjutnya, selalu memantau peserta Serdos, termasuk disabilitas, hingga proses selesai. Kebijakan ini diharapkan sudah menyentuh aspek inklusif dan sudah tepat, sehingga dengan ini kita dapat memajukan pendidikan Indonesia bersama.
Hasil monitoring dan evaluasi menunjukkan, seluruh dosen disabilitas peserta Serdos 2025 menyatakan prosesnya lebih mudah, transparan, dan inklusif. Penghapusan tes akademik dinilai memecah hambatan psikologis dan administratif yang selama ini membatasi partisipasi. Akses platform SISTER juga dinilai semakin ramah bagi pengguna disabilitas, dengan dukungan pendampingan teknis dari perguruan tinggi dan tim Kemdiktisaintek.
Dalam pertemuan tersebut, terdapat beberapa dosen disabilitas yang sudah mengikuti proses seleksi sertifikasi dosen beberapa kali tetapi gagal karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ada. Namun, dengan adanya kebijakan baru ini, mereka merasa sangat terbantu,
Dalam kesempatan yang sama, tenaga ahli Serdos, Fajar Subkhan dan Ivan Hanafi, menambahkan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk transformasi menuju kesetaraan di lingkungan perguruan tinggi.


















































