jpnn.com, KEPULAUAN ARU - Perhimpunan Penggiat Logistik Tol Laut Indonesia menolak kebijakan Bupati Kepulauan Aru terkait pembagian Kuota Kontainer dan Pelarangan Muatan Air Mineral dan Minuman Ringan.
Ketua umum Perhimpunan Penggiat Logistik Tol Laut Indonesia Letwory menilai kebijakan Bupati Kepulauan Aru Timotius Kaidel terkait pembagian kuota kontainer bertentangan dengan Perpres 27 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
Di dalam Perpres 27 tahun 2021, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembagian kuota muatan (kontainer) karena kewenangan pembagian kuota merupakan kewenangan operator seperti Pelni, ASDP, Djakarta Lloyd, Temas, Meratus, Luas Line, dan lain-lainnya.
Dia menyebut kebijakan pelarangan muatan air mineral dan minuman ringan juga bertentangan dengan Permendag 53 tahun 2020 tentang penetapan jenis barang yang diangkut dalam program penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan.
Di dalam Permendag 53 tahun 2020 mengakomodir air mineral dan minuman ringan masuk dalam jenis muatan barang lainnya di atur dalam Pasal 2 dan 3.
“Saya rasa Bapak Bupati Kepulauan Aru patut diduga gagal paham atau bahkan diduga tidak paham dengan regulasi program tol laut sehingga membuat kebijakan yang bertentangan dengan regulasi yang ada,” tegas Letwory pada Sabtu (5/7).
Seharusnya, kata dia, Pemerintah Daerah Kepulauan Aru melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengawasan harga penjualan barang yang diangkut melalui kapal tol laut dan juga fokus pada peningkatan produksi lokal yang dapat di jadikan sebagai muatan balik kapal tol laut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Kepulauan Aru.
Bupati Kepulauan aru mengeluarkan surat nomor 500-2/280-1 perihal pembagian kuota kontainer yang memicu terjadinya keributan diantara consignee karena surat Bupati hanya mengakomodir sebagian consignee dan diduga mendiskriminasi hak consignee yang lain.