jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dalil permohonan yang mengonstruksikan jabatan Kapolri setingkat menteri. Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa ide memosisikan Kapolri setingkat menteri pernah diusulkan dalam pembahasan UU Polri, tetapi akhirnya ditolak.
"Bahkan, pembentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 lebih memilih untuk menegaskan Kapolri merupakan perwira tinggi yang masih aktif," ucap Arsul Sani membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11).
Menurut putusan MK, pemberian label "setingkat menteri" akan membuat kepentingan politik presiden dominan dalam penentuan Kapolri. Padahal, Polri merupakan alat negara yang harus berada di atas kepentingan golongan mana pun.
"Artinya, dengan memosisikan jabatan Kapolri menjadi setingkat menteri, Kapolri secara otomatis menjadi anggota kabinet, jelas berpotensi mereduksi posisi Polri sebagai alat negara," jelas Arsul.
MK menegaskan Kapolri adalah jabatan karier profesional dengan batas masa jabatan yang tidak periodik dan tidak otomatis berakhir bersamaan dengan masa jabatan presiden. Pemberian pemaknaan baru dinilai akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Dengan demikian, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan dalil para pemohon a quo adalah tidak beralasan menurut hukum," ucapnya. (Antara/jpnn)






















































