jatim.jpnn.com, SURABAYA - Kasus penerbitan sertifikat ganda oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas lahan milik Jusuf Kalla mendapat sorotan publik, termasuk dari kalangan akademisi.
Dekan Fakultas Hukum Untag Surabaya Dr Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., menilai kasus tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap asas kepastian hukum dan prinsip administrasi pertanahan yang baik.
“Secara prinsip, satu bidang tanah hanya boleh memiliki satu sertifikat hak atas tanah yang sah. Jika BPN terbukti menerbitkan dua atau lebih sertifikat atas lahan yang sama, itu cacat administrasi dan melanggar asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria,” ujar Yovita dalam keterangan tertulis, Minggu (10/11).
Menurutnya, penerbitan sertifikat ganda bisa berimplikasi hukum administrasi maupun pidana. Pejabat BPN yang terlibat dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari ringan hingga berat, sesuai Pasal 80 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Kalau terbukti ada unsur kesengajaan, bisa dijerat pasal pidana, misalnya pasal 263 atau 421 KUHP. Bahkan bisa masuk tindak pidana korupsi kalau menimbulkan kerugian negara,” katanya.
Yovita menambahkan, negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada pemilik lahan yang dirugikan akibat kelalaian atau kesalahan administrasi aparat.
“Pemilik lahan yang sah berhak mendapatkan perlindungan melalui mekanisme administratif, pidana, maupun perdata. Negara wajib memberikan kompensasi apabila kesalahan administrasi aparat negara menyebabkan kerugian,” tuturnya.
Sebagai langkah penyelesaian, Yovita menyarankan agar pemilik lahan terlebih dahulu mengajukan klarifikasi dan keberatan ke kantor pertanahan setempat. Apabila tidak ada hasil, bisa dilanjutkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau gugatan perdata.



















































