jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) melanjutkan agenda Koreksi Indonesia dengan menggelar dialog strategis bersama pemerintah di Istana Kepresidenan, Kamis (4/9).
Pertemuan ini menjadi tindak lanjut dari rangkaian agenda yang sebelumnya dibawa ke DPR, PB HMI sudah menyerahkan surat aduan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan melayangkan somasi terbuka kepada seluruh fraksi DPR untuk mendorong reformasi partai politik.
Ketua Umum PB HMI, Bagas Kurniawan, menegaskan bahwa agenda Sapta Suara yang diusung organisasinya tidak semata-mata berisi kritik, melainkan refleksi kebangsaan yang konstruktif.
Salah satu isu yang ditekankan dalam dialog adalah praktik kriminalisasi terhadap aktivis. Menurut Bagas, negara tidak boleh lagi membiarkan kriminalisasi menjadi instrumen pembungkaman.
“Tidak ada lagi kriminalisasi terhadap aktivis, serta pembebasan aktivis yang ditahan harus menjadi prioritas. Sebagai civil society, PB HMI juga menginisiasi pembentukan Desk Krisis sebagai media pendataan aktivis di berbagai daerah yang mengalami kriminalisasi,” ujar Bagas.
Desk Krisis yang digagas PB HMI diproyeksikan menjadi pusat data nasional mengenai kasus kriminalisasi aktivis. Fungsi utamanya meliputi pendataan, pemantauan, dan advokasi terhadap aktivis yang berhadapan dengan hukum.
Lebih jauh, Desk Krisis diharapkan dapat menjadi wadah kolaborasi dengan elemen masyarakat sipil lainnya, termasuk lembaga bantuan hukum, organisasi mahasiswa, dan jaringan demokrasi, guna memperkuat daya tahan demokrasi dari ancaman represi.
Selain isu kriminalisasi, PB HMI juga menyoroti lemahnya kinerja institusi publik. Bagas menekankan bahwa perbaikan kelembagaan harus menjadi agenda serius pemerintah.