jabar.jpnn.com, KOTA BANDUNG - Proses pengambilan air tanah oleh perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) masih menjadi polemik. Teranyar, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mempermasalahkan proses pengambilan air pabrik AQUA yang ternyata menggunakan sumur bor dalam (air tanah) sebagai sumbernya, bukan mata air permukaan atau sungai seperti yang selama ini diiklankan.
Ahli Hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Heru Hendrayana mengatakan, pengambilan air yang baik untuk industri AMDK memang berasal dari air tanah dalam, bukan yang dangkal. Maka, salah satu pengambilan air dilakukan dengan cara pengeboran.
"Karena (air dalam tanah) itu kuantitas dan kualitasnya sudah jelas. Perusahaan yang besar itu akan milih dong sumbernya dari mana. Jadi bukan sekadar airnya banyak, tapi sumbernya dari mana," kata Heru dalam diskusi 'Jejak Air Pegunungan, Mata Air, dan Air Tanah' di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Selasa (4/11/2025).
Dia menuturkan, air yang disebut dari air pegunungan harus melewati berbagai tahap. Bahkan mata air yang ada di kawasan pegunungan pun tidak semuanya bisa disebut sebagai air pegunungan.
Bisa saja, kata dia, mata air tersebut tidak melewati sistem untuk masuk kategori air pegunungan.
Hal itu pula yang membuat air pegunungan tidak selalu didapat dari kawasan gunung. Bisa saja air itu diambil dari titik lain dengan berbagai cara, salah satunya pengeboran.
"Air pegunungan tidak harus ada di pegunungan. Ketika ikut sistem akuifer bisa saja air didapat di luar pegunungan, tetapi masuk disebut air pegunungan," papar Heru.
Dosen Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) Dr. Dasapta Erwin Irawan mengatakan bahwa perusahaan yang menjual air sangat tidak mungkin mengambil air dangkal seperti sungai walaupun asalnya dari mata air. Mereka akan mengambil sumber dari air dalam dan itu dilakukan bukan hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri.



















































