jatim.jpnn.com, SURABAYA - Lonjakan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Jawa Timur belakangan ini memicu kekhawatiran publik. Banyak pihak menilai situasi tersebut sebagai sinyal adanya tekanan ekonomi yang lebih dalam.
Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya) Hayuning Purnama Dewi, M.Med.Kom., M.M., CPM (Asia), CMA memberikan analisis mendalam terkait kondisi ini.
“Fenomena PHK massal di Jawa Timur adalah indikator jelas bahwa kita sedang menghadapi tantangan ekonomi yang tidak ringan,” ujar Hayuning, Sabtu (27/7).
Menurutnya, ada beberapa faktor pemicu yang perlu dicermati, mulai dari perlambatan ekonomi global, perubahan pola konsumsi, hingga disrupsi teknologi yang menuntut adaptasi cepat dunia usaha.
PHK massal, kata Hayuning, tak hanya berdampak pada individu yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga berimbas pada perekonomian secara umum.
“Penurunan daya beli masyarakat menjadi dampak paling nyata. Ketika pendapatan rumah tangga turun, pengeluaran konsumsi juga ikut menurun. Ini memperlambat roda ekonomi,” jelasnya.
Selain itu, PHK dinilai berpotensi memperbesar ketimpangan sosial, apalagi jika para pekerja tidak memiliki keterampilan baru atau jaring pengaman sosial yang memadai.
Dari sisi perusahaan, PHK mencerminkan tekanan yang mereka hadapi—mulai dari penurunan permintaan hingga ketidakmampuan beradaptasi dengan model bisnis digital.