jpnn.com, JAKARTA - Akademisi pascasarjana Universitas Borobudur Ahmad Redi menyatakan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) diharapkan menjunjung hak Asasi Manusia (HAM) dengan membatasi durasi penyidikan kasus pidana.
Redi menjelaskan ketiadaan batas waktu penyidikan dianggap tidak memberikan kepastian dalam penegakan hukum dan berdampak banyak laporan pidana terkatung-katung nasibnya.
Hal ini disampaikan Redi saat RDPU dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/6).
Dia juga menyampaikan pembaruan KUHAP idealnya dapat menjamin keseimbangan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan di antara lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan pengadilan.
Redi menjelaskan ketiadaan batas waktu penyelidikan dianggap tidak memberikan kepastian dalam penegakan hukum dan berdampak banyaknya laporan pidana terkatung-katung nasibnya.
“Pembaharuan KUHAP idealnya mengatur jangka waktu maksimal untuk penyelidikan/penyidikan guna memberikan kepastian hukum bagi terdakwa dan masyarakat, mencegah penyalahgunaan wewenang oleh penegak hukum, mencegah kasus-kasus yang belum selesai menjadi terlalu lama, memastikan proses hukum berjalan efisien,” kata Redi.
Salah satu poin usulan lain yang menjadi perhatian serius Universitas Borobudur yaitu kesetaraan penyidik.
RUU KUHAP, lanjut Redi, harus juga mengatur tegas kedudukan penyidik Polri, penyidik lain, dan PPNS secara setara dan sebanding.