jpnn.com, JAKARTA - Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (HIMPASKOM UI) menggelar diskusi publik bertajuk “Mencari Titik Temu: Reformulasi Etika Komunikasi Politik dalam Era Politik Baru”, pada Jumat (30/5).
Direktur LIMA Indonesia Ray Rangkuti menyoroti pergeseran fundamental dalam cara kerja komunikasi politik di era digital.
Ray bilang bahwa komunikasi politik di era digital dianggap menguntungkan banyak politikus. Salah satunya dengan bertindak populer dan populis.
“Populisme politik mulai menjelma jadi laku politisi, saat ini. Setelah Jokowi mengenalkan populisme dan memang sukses, kini, Prabowo melanjutkannya. Di beberapa daerah gejala yang sama pun terjadi, sebut saja populisme ala KDM,” ujar Ray dalam keterangannya, Rabu (4/6).
Ray menggarisbawahi bahwa sekalipun dunia algoritma telah mengubah lanskap komunikasi politik, tetapi masih di dalam taraf popularitas, bukan subtansi.
"Komunikasi politik populis hanya bersifat sementara, bombastisitas, dan kulit luar saja,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ARSC Dimas Oky Nugroho mengatakan bahwa membangun etika komunikasi politik yang sehat tidak bisa dipisahkan dari upaya membangun fondasi etika politik kebangsaan secara menyeluruh.
“Komunikasi politik yang baik dapat membangun political trust, baik antarkelompok masyarakat maupun antara masyarakat dengan negara. Ini menjadi kunci dalam memperkuat legitimasi dan stabilitas negara-bangsa,” ucap Oky.