jatim.jpnn.com, PASURUAN - Perusahaan solusi pengemasan makanan dan minuman asal Swedia, Tetra Pak mencatat penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 25 persen di seluruh rantai nilainya sejak 2019. Capaian itu naik lima poin dibandingkan 2023 dan menjadi bagian dari laporan keberlanjutan 2024 (FY24) yang baru dirilis perusahaan tersebut.
Di tingkat operasional, Tetra Pak menekan emisi hingga 54 persen dan mencatat 94 persen konsumsi energi berasal dari sumber terbarukan. Capaian ini menempatkan perusahaan itu pada jalur yang tepat untuk mencapai target net zero emission di operasional pada 2030.
Di Indonesia, Tetra Pak memperkuat upaya keberlanjutan lewat kerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari LSM, pelaku bisnis, hingga perusahaan daur ulang lokal. Fokusnya memperkuat rantai nilai pengumpulan, pemilahan, dan daur ulang kemasan karton minuman.
Salah satu kolaborasi penting dilakukan dengan PT Re>Pal Internasional Indonesia untuk mengubah lapisan polyAl (polietilena dan aluminium) dari kemasan karton bekas menjadi palet industri tahan lama melalui teknologit hermofusion.
Salah satu pekerja di pabrik Tetra Pak Pasuruan memasukkan limbah plastik yang sudah dipadatkan dicampur dengan bijih plastik hitam dipanaskan untuk dicetak menjadi palet berkualitas, Rabu (22/10). Foto: Arry Saputra/JPNN
“Kemitraan ini membuktikan limbah kemasan bisa diberi kehidupan kedua menjadi produk bernilai tinggi yang mendukung ekonomi sirkular,” ujar Presiden Direktur PT Re>Pal Internasional Indonesia Marcus Goldstein.
Menurutnya, kondisi geografis Indonesia yang luas membuat distribusi pangan menghadapi tantangan rantai dingin (cold chain).
Sustainability Director Tetra Pak ASEAN Terrynz Tan menambahkan teknologi kemasan Ultra High Temperature (UHT) dari Tetra Pak memungkinkan produk disimpan hingga 12 bulan tanpa pendinginan sekaligus mengurangi konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca.



















































