jpnn.com - Banjir yang belum juga surut setelah lebih dari sepuluh hari di Kota Semarang, Jawa Tengah, dinilai harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem manajemen air di wilayah pesisir utara Jawa (Pantura).
Terlebih, banjir kali ini telah menelan empat korban jiwa. Tiga di antaranya merupakan anak-anak. Sementara sebanyak 22.653 KK atau 47.646 jiwa terdampak.
Ahli Hidrologi Universitas Semarang (USM) Edy Susilo menyatakan bahwa genangan berkepanjangan di kawasan Kaligawe dan sekitarnya bukan hanya akibat curah hujan, tetapi juga karena sistem pompa yang tidak berfungsi optimal.
“Kalau rob itu sudah rutin dan memang perlu tanggul laut. Namun, untuk banjir akibat hujan seperti sekarang, masalah utamanya ada di pompa,” kata Edy kepada JPNN.com, Sabtu (1/11).
Menurut dia, di beberapa titik seperti Kaligawe, air seharusnya bisa dibuang langsung ke laut melalui pompa. Namun, karena sebagian pompa mengalami kerusakan, proses pengeringan banjir menjadi tertunda.
“Informasi yang saya terima, ada pompa yang tidak beroperasional. Itu sebabnya air sulit surut meski hujan sudah berhenti,” ujarnya.
Edy mengapresiasi langkah pemerintah kota, provinsi, dan pusat yang menurunkan pompa tambahan untuk mempercepat surutnya banjir.
Namun, dia menilai upaya darurat seperti ini tidak akan cukup tanpa perencanaan jangka menengah dan panjang.






















































