jpnn.com - JAKARTA - Sejumlah akademisi mendesak revisi KUHAP dan KUHP harus selaras, terutama mengenai dominus litis sebagai bentuk supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum.
Berbagai aspek pembatuan sistem peradilan, salah satunya peran dominus litis dalam KUHAP baru menjadi sorotan dalam seminar “Kebaruan KUHP Nasional dan Urgensi Pembaharuan KUHAP: Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan" yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto, kemarin.
Dominus litis, yang menempatkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai pemegang kendali perkara pidana, menjadi elemen penting dalam menjaga keseimbangan antara hak tersangka, kepentingan korban, dan kepastian hukum.
Prinsip due process of law, yang menekankan kualitas dalam proses hukum, menjadi fondasi sistem peradilan yang baru.
Hal ini memastikan bahwa setiap tahapan penegakan hukum dilakukan secara adil, transparan, dan akuntabel.
Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia Dr. Febby Mutiara Nelson menjelaskan bahwa Pasal 132 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP memperlihatkan pergeseran paradigma dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Penuntutan tidak lagi hanya dimulai setelah penyidikan selesai, tetapi mencakup seluruh proses sejak tahap penyidikan.
"KUHAP harus mengalami revisi agar selaras dengan pendekatan KUHP nasional, terutama dalam hal supervisi dan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum," kata Febby dalam keterangan yang dikutip, Sabtu (22/2).