jabar.jpnn.com, KOTA BOGOR - RECOFTC Indonesia menggelar diskusi publik bertajuk “Mendorong Terwujudnya Tata Kelola Hutan dan Lingkungan yang Berkeadilan melalui Ketersediaan Data dan Informasi Peta” pada Rabu (30/7).
Kegiatan itu bertujuan memperkuat komitmen multipihak dalam menciptakan tata kelola hutan yang lebih adil, transparan dan inklusif.
Diskusi ini melibatkan berbagai narasumber lintas sektor, termasuk perwakilan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta para akademisi dari Universitas Hasanuddin dan Universitas Riau yang berkolaborasi dengan RECOFTC untuk mengembangkan data visual terbuka mengenai perubahan tutupan lahan di wilayah Sumatera dan Sulawesi.
Proyek pemetaan ini berlangsung mulai Januari hingga Juni, dengan menggunakan teknologi machine learning guna meningkatkan ketepatan dalam pemetaan tutupan hutan serta area perkebunan kelapa sawit.
Teknologi tersebut diharapkan dapat mendukung penerapan kebijakan satu peta nasional secara efektif dan sesuai sasaran.
“Kami ingin memperkenalkan model pelatihan pemetaan hutan yang memanfaatkan kecerdasan buatan, yang mampu mempercepat realisasi kebijakan satu peta untuk Indonesia,” kata Direktur RECOFTC Indonesia, Gama Galudra.
Gama menyebut bahwa salah satu hambatan utama dalam pengelolaan hutan adalah ketidakpastian mengenai batas-batas kawasan.
Mengacu pada data dari Forest Watch Indonesia (FWI), saat ini hanya sekitar 12 persen atau 14,2 juta hektare kawasan hutan yang telah memiliki batas yang jelas.