jpnn.com, JAKARTA - Lambatnya kepastian regulasi terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk partially oriented yarn-drawn textured yarn (POY-DTY) akan berdampak pada industri nasional, khususnya di sektor tekstil.
Presiden Prabowo Subianto diminta mengambil langkah tegas untuk melindungi industri dalam negeri.
Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), Sripeni Inten Cahyani mengungkapkan laporan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyebutkan, dua pabrik gulung tikar, dan investasi senilai USD250 juta (sekitar Rp 4 triliun, kurs Rp16.425) tertahan akibat belum diberlakukannya BMAD terhadap produk tersebut dari China.
"Industri hulu seharusnya menjadi prioritas karena kami punya semua modal dasarnya, sumber daya alam yang melimpah, teknologi yang terbukti, dan sumber daya manusia yang kompeten," ujar Sripeni, Rabu (21/5).
Dia menyebutkan, temuan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) semakin memperkuat kondisi nyata yang dialami industri lokal.
KADI melakukan penyelidikan selama hampir satu tahun dan menemukan adanya praktik dumping oleh eksportir asal China.
"Praktik ini tidak hanya memukul industri lokal, tetapi juga menghambat realisasi investasi di sektor hulu tekstil yang semestinya bisa menjadi penggerak substitusi impor," tegasnya.
Menurutnya, BMAD bukan sekadar tarif, melainkan bagian dari strategi besar untuk menjaga kedaulatan industri nasional.