jatim.jpnn.com, SURABAYA - Kasus hilangnya tiga jemaah haji Indonesia pada penyelenggaraan ibadah haji 2025 mendorong Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan jemaah.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah penelusuran identitas melalui pengujian DNA keluarga untuk membantu memastikan keberadaan para jemaah yang belum ditemukan.
Upaya itu saat ini dilakukan terhadap keluarga Sukardi, jemaah Kloter SUB-79 Embarkasi Surabaya asal Kabupaten Malang, yang dilaporkan hilang sejak 29 Mei 2025. Sukardi terakhir tercatat berada di Hotel Tala’ea Al-Khair, Kamar 813, dua hari setelah tiba di Makkah.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kanwil Kemenhaj Jatim As’adul Anam menjelaskan bahwa sampel darah keluarga telah diambil untuk kepentingan pencocokan DNA di Arab Saudi.
“Kemarin itu sedang dilakukan pengambilan darah untu dilakukan uji DNA. Dari Kemenag pusat, Mabes Polri dokter dari sana yang mengambil darah keluarga meninggal. Nanti dicocokan dengan jenazah yang meninggal di sana. Di beberapa rumah saksi record DNA di sana nanti dicocokan, nanti kalau cocok berarti keluarga mereka yang sudah meninggal. Menunggu pencocokan DNA,” kata Anam, Senin (22/12).
Di tengah proses pencarian Sukardi, Kemenhaj mulai menyiapkan penguatan layanan, khususnya bagi calon jemaah haji (CJH) dengan risiko kesehatan dan kondisi rentan.
“CJH yang kena dimensia dilarang berangkat (tidak istito’ah), fungsi petugas ditingkatkan khususnya linjam, penempatan jamaah dengan sistem blok,” ucapnya.
Anam menambahkan identifikasi jemaah di lapangan tetap mengandalkan gelang nama sebagai alat bantu utama. Menurutnya, sistem tersebut masih menjadi cara paling cepat menelusuri jemaah yang terpisah dari rombongan.



















































