jpnn.com, JAKARTA - Konflik elite yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini dinilai sangat sulit untuk dipulihkan kembali seperti semula.
Sebab, masing-masing kubu yang berkonflik sudah membuka ”aib” dan rahasia internal masing-masing ke ruang publik.
Pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Salafi Nahdlatul Ulum, Tangerang, Banten KH Imaduddin Utsman al-Bantani mencontohkan isu soal dugaan adanya aliran dana Rp 100 miliar yang disampaikan kubu Rais Aam KH Miftahul Ahyar sebagai salah satu alasan kuat memecat Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf.
Adanya dugaan aliran pelanggaran hukum syara' terkait aset dan keuangan yang berpotensi mencemarkan nama baik organisasi, menjadi salah satu poin risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU sebagai salah satu dasar memecat Gus Yahya.
Sebaliknya, kubu Gus Yahya, misalnya, menyampaikan soal adanya tindakan menahan atau tidak menandatangani Surat Keputusan (SK) sejumlah pengurus cabang (PC) NU oleh Sekjen PBNU Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) yang dalam konflik saat ini menjadi satu kubu dengan Rais Aam.
Melihat konflik elite PBNU yang terjadi saat ini yang kian meruncing, menurut Kiai Imaduddin, sangat sulit untuk dikembalikan seperti kondisi semula.
Satu-satunya cara yang bisa dilakukan yaitu dengan meminta seluruh aktor utama di PBNU, khususnya Rais Aam, Ketua Umum, Sekjen, Bendahara Umum Gudfan Arif serta Katib Aam KH. Ahmad Said Asrori untuk secara legawa mundur dari kepengurusan PBNU.
Selanjutnya, secepat mungkin digelar Muktamar untuk memilih kepengurusan baru dengan diisi oleh tokoh-tokoh muda NU yang relatif segar dan tidak terlibat dalam pusaran konflik elite PBNU.






















































