jpnn.com - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM) dinilai tidak hanya fokus pada konservasi, tetapi juga menyoroti peran krusial mangrove dalam mitigasi perubahan iklim global.
Indonesia sebagai pemilik hutan mangrove terluas di dunia, kini memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengoptimalkan potensi "karbon biru" dari ekosistem vital ini.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, menjelaskan bahwa mangrove adalah penyerap dan penyimpan karbon yang sangat efisien.
"Karbon biru adalah karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut, termasuk mangrove. Mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar pada komponen tumbuhan dan sedimen di bawahnya," terang Prof. Denny.
Data menunjukkan bahwa hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampu menyerap 52,85 ton CO2/hektar/tahun. Angka itu dua kali lebih tinggi dibandingkan estimasi global (26,42 ton CO2/hektar/tahun).
Dengan luas sekitar 3,3 juta hektare, hutan mangrove Indonesia memiliki potensi penyerapan karbon mencapai 170,18 Mt CO2/tahun.
Hal ini menjadikan mangrove sebagai aset strategis dalam upaya Indonesia mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) dalam Persetujuan Paris.
Prof. Denny menyebut setiap 1 hektare mangrove dapat menyerap sekitar 39,75 ton CO2/hektar/tahun, setara dengan emisi 59 motor per tahun atau pembakaran 1,6 juta batang rokok per hari.