jakarta.jpnn.com - Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) Muhammad Amri Akbar menyampaikan sikap kritis terkait bencana alam yang melanda Sumatera, kegagalan diplomasi iklim Indonesia pada COP30 di Brasil, serta kebijakan transisi energi yang tecermin dalam Perpres 110 Tahun 2025.
Amri mengatakan dalam beberapa pekan terakhir wilayah Sumatera mengalami bencana hidrometeorologi yang parah, termasuk banjir, longsor, dan cuaca ekstrem.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan lebih dari 90 persen bencana yang terjadi di Indonesia adalah akibat dari perubahan iklim.
"Sumatera yang diprediksi berada di zona merah risiko tinggi pada 2024-2025 telah mengalami kerusakan infrastruktur yang parah, menghancurkan lahan pertanian, dan menyebabkan lebih dari 30.000 warga terpaksa mengungsi. Kerugian ekonomi akibat bencana ini diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah," ujar Amri, Senin (8/12).
Menurut Amri, kondisi tersebut mencerminkan kegagalan penanganan adaptasi iklim nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah
“Berbagai bencana yang terjadi di Sumatera mencerminkan kegagalan dalam penanganan adaptasi iklim nasional yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah dalam melindungi rakyat dan lingkungan”, tegas Amri.
Sementara itu, Indonesia kembali mendapat sorotan internasional setelah menerima penghargaan negatif Fossil of the Day" pada COP30 di Brasil.
Menurut Amri, hal itu menunjukkan kegagalan total diplomasi iklim Indonesia. Dengan target Net Zero pada 2060 dan tanpa komitmen penghapusan bertahap batu bara, Indonesia tertinggal jauh dari rekomendasi global yang meminta transisi menuju Net Zero paling lambat pada 2040. Konsumsi batu bara Indonesia justru meningkat 7-8 persen dalam dua tahun terakhir membuat Indonesia tetap berada di antara negara-negara penghasil emisi terbesar di dunia.



















































