jpnn.com, JAKARTA - Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 telah memicu kontroversi hukum yang signifikan di Indonesia.
Perdebatan ini melibatkan berbagai pihak dengan perspektif yang sangat berbeda, mencerminkan kompleksitas interpretasi hukum dalam konteks reformasi institusi keamanan.
Tokoh-tokoh terkemuka seperti Mahfud MD dan Jimly Assidiqie menilai bahwa Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan secara fundamental dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Mereka berpendapat peraturan ini berpotensi melemahkan pengawasan eksternal terhadap institusi kepolisian dan mengabaikan prinsip-prinsip konstitusional yang telah ditetapkan oleh MK.
Di sisi lain, analis hukum dan politik seperti Boni Hargens memberikan interpretasi yang berbeda.
Dia menilai bahwa Perpol justru mendukung dan mengimplementasikan keputusan MK dengan cara yang lebih praktis dan operasional, bukan melawannya.
“Perspektif ini menekankan pada mekanisme internal yang lebih jelas dan terstruktur,” ujar Boni Hargens dalam keterangan tertulis pada Jumat (19/12/2025).
Menurut Boni Hargens, perdebatan ini telah memicu diskursus hukum dan politik yang sangat intens di kalangan publik dan media massa.






















































