jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku telah mengetahui identitas pemilik bilyet deposito senilai Rp28 miliar yang terkait dengan kasus dugaan korupsi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI). Kasus ini menyangkut pengadaan mesin electronic data capture (EDC) dengan nilai proyek mencapai Rp2,1 triliun, terjadi dalam kurun waktu 2020 hingga 2024.
"Sudah (mengantongi identitas pemilik bilyet deposito)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (8/7).
Bilyet deposito tersebut ditemukan saat penyidik KPK menggeledah dua kantor pusat BRI di Jalan Sudirman dan Gatot Soebroto, Jakarta, beberapa waktu lalu. Namun, KPK belum mengungkap identitas pemiliknya. Budi mengatakan konstruksi lengkap kasus beserta identitas tersangka akan diumumkan saat penahanan dilakukan.
"Nanti kami sampaikan konstruksi perkaranya secara utuh pada waktunya nanti jika sudah lengkap, dan tentu KPK juga akan sampaikan pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab dan ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini," ujarnya.
KPK menduga adanya pengondisian dalam proses pengadaan EDC di BRI, di mana mekanisme pengadaan barang dan jasa tidak dilakukan sesuai ketentuan. Kerugian negara sementara diperkirakan mencapai Rp700 miliar, namun angka ini dapat berubah seiring perkembangan penyidikan.
Sebelumnya, KPK telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap 13 orang terkait kasus ini melalui Direktorat Jenderal Imigrasi pada 26 Juni 2025. Mereka yang dicegah antara lain CBH, IU, DS, MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, ELV, NI, RSK, dan SRD.
Sumber menyebutkan, inisial CBH merujuk pada mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto, sedangkan IU adalah Indra Utoyo, Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI.
KPK telah memeriksa Catur Budi Harto dua kali, yakni pada 26 Juni dan 4 Juli 2025, untuk mendalami pengetahuannya terkait kasus ini.