Novel Baswedan Menilai Lembaga Antirasuah Dalam Kondisi “Babak Belur” Akibat Intervensi Politik

1 week ago 23
Eks Penyidik Senior,Novel Baswedan dan Yudi Purnomo Harahap.Ist

KabarJakarta.com- Mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan dalam podcast perdana Yudi Purnomo Harahap yang bertema politik hukum politik (PHP) menjelaskan, upaya menyingkirkan pegawai KPK yang punya integritas dilakukan oleh pimpinan bermasalah. Firli meski telah menyandang status tersangka pemerasan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tersangka tapi belum ditahan.

“Tentu kita belum lupa. KPK pernah mencapai masa jayanya. Dimana KPK pernah melakukan penindakan, pencegahan dan pendidikan yang begitu efektif. Dipercaya oleh publik,” terang Novel lewat podcast PHP Yudi Purnomo Harahap kepada KabarJakarta,Sabtu (4/10/2025).

Efeknya terasa sampai ke penegak hukum. Sebab praktek tindak pidana korupsi juga banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum. Ketika KPK dilemahkan lewat Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 menjadi senjata untuk menyingkirkan para pejuang pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Itulah makanya ada manipulasi. Yang diawali dengan penyelundupan aturan oleh pimpinan KPK bermasalah. Dan aturan yang bermasalah tadi dijadikan dasar untuk melakukan penyingkiran,” tegas Novel Baswedan.

Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menilai lembaga antirasuah kini berada dalam kondisi “babak belur” akibat intervensi politik dan manipulasi pimpinan bermasalah.

Novel bahkan menyoroti munculnya praktik korupsi di internal KPK sendiri.

Empat tahun lalu, Novel Baswedan resmi tidak lagi bekerja di KPK. Ia bersama 56 pegawai lain disingkirkan melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) yang belakangan dinilai banyak pihak sarat manipulasi.

“Penyingkiran itu bukan sekadar proses politik, tapi dilakukan dengan manipulasi, melanggar hukum, dan rekayasa. Itu dilakukan oleh pimpinan KPK yang bermasalah, sampai hari ini pun masih berstatus tersangka,” kata Novel.

“Setelah KPK dilemahkan, upaya menyingkirkan tokoh-tokoh yang memberi semangat pun dilakukan. Aturannya dimanipulasi, dan kami yang dianggap berintegritas justru ditarget,” ujarnya.

Novel menyebut kondisi KPK saat ini memprihatinkan. Alih-alih menjadi teladan, justru muncul kasus korupsi di tubuh KPK. “Ada pimpinan yang terlibat, ada yang ditangani, ada juga yang mundur. Itu sangat memalukan,” tegasnya.

Ia menambahkan, hampir setahun kepemimpinan baru KPK berjalan, belum terlihat adanya perbaikan internal maupun pemulihan budaya integritas yang sempat runtuh. “Seharusnya ini jadi pekerjaan rumah utama, tapi sampai sekarang belum saya lihat ada perubahan berarti,” kritiknya.

Novel juga menyoroti lambannya penanganan kasus besar, salah satunya dugaan jual-beli kuota haji. “KPK itu satu-satunya lembaga penegak hukum yang untuk naik ke penyidikan wajib punya dua alat bukti. Kalau sudah naik penyidikan artinya sudah jelas ada tersangka. Jadi aneh kalau penyidikan tanpa tersangka. Aneh, dan lebih aneh lagi kalau lama,” jelasnya.

Novel khawatir, jika situasi ini dibiarkan, publik akan semakin kehilangan kepercayaan. “Kalau KPK hanya bekerja sekedarnya saja atau bahkan kalah dengan aparat lain, orang bisa bertanya: perlunya KPK apa? Itu bisa jadi alasan pembenar untuk membubarkan KPK. Itu yang saya khawatirkan,” katanya.

Meski begitu, Novel masih menaruh harapan agar Presiden Prabowo Subianto bersikap lebih tegas terhadap KPK. “Presiden sudah menyampaikan kegelisahan soal maraknya korupsi. Perintahnya jelas. Tinggal bagaimana pimpinan KPK berani melaksanakan tanpa takut intervensi. Kalau tidak, ya Presiden perlu melakukan langkah objektif untuk memperbaikinya,” ujarnya.

Novel menegaskan, bila KPK sampai dibubarkan, hampir mustahil lahir kembali lembaga serupa dengan kewenangan yang sama. “Momentum pembentukan KPK dulu hanya terjadi di masa reformasi ketika polisi dan jaksa rela melepaskan kewenangannya. Kalau KPK bubar, tidak akan ada lagi lembaga seperti ini,” pungkasnya.

Read Entire Article
| | | |