GAWAT!! Sejumlah Kota di Pulau Jawa Alami Penurunan Muka Tanah, Termasuk Jakarta Utara  

1 day ago 15

KabarJakarta.com- Badan Geologi mencatat sejumlah kota besar di Pulau Jawa mengalami penurunan muka tanah dengan laju lebih dari lima sentimeter per tahun, bahkan juga terjadi tidak hanya di pesisir tapi juga di dataran tinggi seperti Bandung.

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi, Agus Cahyono Adi mengatakan, Kota Bandung dan secara lebih besar lagi kawasan Bandung Raya mengalami penurunan muka tanah lebih dari lima sentimeter per tahun dengan berbagai faktor.

Faktornya adalah masifnya industri, tapi kemudian ada juga alasan tanah lunak dan sedimen muda atau kondisi geologi, lalu urbanisasi yang masif, beban bangunan, serta eksplorasi air tanah yang berlebihan.

“Penurunan muka tanah multifaktor. Wilayah Bandung ini kan terbentuk dari danau purba ya, jadi endapan sedimennya relatif lebih labil daripada daerah yang terbentuk dari bekuan lava yang lebih kuat,” kata Agus dikutip Senin, 22 Desember 2025.

Agus menjelaskan, sejumlah faktor yang menyebabkan penurunan muka tanah tidak semuanya bisa tertanggulangi, khususnya yang berkaitan dengan kegeologian.

Namun, ada faktor yang bisa tertanggulangi untuk meminimalisasi penurunan muka tanah, yaitu penghentian penggunaan air tanah.

“Faktor alam tidak bisa (dikendalikan), yang bisa dikendalikan adalah mengurangi penggunaan air tanah,” katanya.

Selain Bandung, daerah lain yang mengalami penurunan muka tanah lebih dari lima sentimeter adalah Jakarta Utara, Semarang (Genuk, Tanjung Mas, dan Kaligawe), kemudian Sayung di Demak, pesisir Pekalongan, serta Surabaya sebelah timur dan utara.

Plt Kepala Badan Geologi Lana Saria mengatakan faktor penyebab penurunan tanah itu adalah kondisi geologi, yaitu sedimen atau endapan berumur muda dan tanah lunak, yang kemudian memperparah adalah eksploitasi air tanah secara berlebihan, beban bangunan, dan urbanisasi masif.

Ketika berkombinasi dengan adanya kenaikan muka laut karena pemanasan global, penurunan tanah yang terjadi berpotensi melahirkan risiko banjir dan rob secara permanen.

“Serta kerugian ekonomi akibat meningkatnya biaya perbaikan bangunan dan infrastruktur pada daerah terdampak dan hilangnya wilayah daratan,” ujar Lana.

Dia menuturkan bahwa dampak amblasan atau penurunan tanah (land subsidence) merupakan salah satu ancaman bencana yang terjadi dalam waktu lama, namun berdampak cukup luas. Umumnya meliputi wilayah perkotaan, industri, dan pemukiman padat.

Amblasan yang terjadi di wilayah pesisir utara Pulau Jawa, berdasarkan pemantauan Badan Geologi, telah membuat daratan seperti Jakarta dan Semarang sejajar atau bahkan lebih rendah dari muka laut atau hilang.

Perubahan daratan menjadi perairan yang permanen itu menghilangkan permukiman dan tambak dari peta daratan.

“Banjir rob meluas di Jakarta Utara, Kabupaten dan Kota Pekalongan, Kota Semarang, dan Kabupaten Demak,” kata Lana.

Kondisi tanah amblas juga bisa dilihat dari perubahan garis pantai, pembangunan tanggul-tanggul laut, dan aktivitas pemompaan banjir.

Namun demikian, untuk wilayah Jakarta, Badan Geologi menyatakan terjadi pelandaian penurunan tanah di cekungan air tanah.

Berdasarkan pengukuran global positioning system (GPS) dalam kurun 2015-2023 terjadi penurunan tanah antara 0,05 hingga 5,17 sentimeter per tahun. Penurunan muka tanah di Jakarta bahkan disebut relatif tidak terlihat sejak 2020 hingga sekarang.

Adapun berdasarkan hasil pengukuran GPS sebelumnya, pada periode 1997-2005, laju penurunan tanah di Jakarta beragam mulai dari 1-10 hingga 15-20 sentimeter per tahun.

Kemudian menurut laporan World Economic Forum (WEF) yang terbit November lalu, sebagian wilayah Jakarta tercatat mengalami amblesan hingga 28 sentimeter.

Jakarta, begitu juga Semarang, disebutkan termasuk yang sedang tenggelam dengan laju 10 sampai 20 kali lebih cepat daripada kenaikan muka air lautnya.

Read Entire Article
| | | |