jpnn.com, JAKARTA - Wakil Bendahara Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Benny Ario menilai pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Indonesia Soeharto semestinya dibaca dalam konteks yang lebih luas, yakni rekonsiliasi sejarah bangsa.
Menurut dia, pemberian gelar pahlawan nasional kepada para mantan presiden, termasuk Soeharto dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), merepresentasikan langkah progresif negara dalam memperkuat semangat gotong royong nasional.
Dalam pandangannya, penghargaan terhadap jasa para tokoh lintas era bukan hanya bentuk penghormatan personal, tetapi simbol kematangan bangsa dalam memaknai sejarahnya secara utuh.
Benny menilai setiap fase kepemimpinan nasional memiliki peran dan nilai historis tersendiri.
Soeharto, misalnya, menandai periode pembangunan ekonomi yang berorientasi pada stabilitas dan pertumbuhan. Swasembada pangan, pengendalian inflasi, serta ekspansi infrastruktur menjadi tonggak yang mengubah wajah ekonomi Indonesia.
Namun, di sisi lain, kritik terhadap aspek demokrasi dan hak asasi manusia di masa pemerintahannya tetap harus ditempatkan sebagai bagian penting dari evaluasi sejarah nasional.
“Menilai tokoh bangsa tidak dapat dilakukan secara hitam putih,” ujar Benny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/11).
“Sejarah perlu dibaca dengan pendekatan yang proporsional bahwa setiap pemimpin mewariskan capaian dan pelajaran bagi bangsa ini," sambung dia.





















































