Penelitian Mahasiswa dan Dosen UNPAR“Menjaga Kearifan Lokal”di Kampung Adat Gelar Alam

1 week ago 25
Menjaga Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Adat Gelar Alam.Dok-Windi Julia Wulandari

KabarJakarta.com- Saya berkesempatan mengunjungi Kampung Adat Gelar Alam bersama dosen Muhammad Maulidza dan Pius Sugeng, serta beberapa mahasiswa lain yaitu Dinda Biavinca dan Muhammad Andy Makruf. Kami bersama-sama mengunjungi kampung adat Gelar Alam yang terletak di Kabupaten Sukabumi untuk mengenal lebih dekat tradisi dan kehidupan masyarakat adat di sana.

Kampung Adat Gelar Alam adalah sebuah komunitas adat di Desa Sirnaresmi, Cisolok, Kabupeten Sukabumi, Jawa Barat, yang dulunya dikenal sebagai Kasepuhan Ciptagelar.

Komunitas ini terkenal karena masih sangat kuat mempertahankan tradisi leluhur, sistem ketahanan pangan dengan menanam padi di lahan huma untuk kebutuhan sendiri, serta penerapan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari.

Lokasinya terletak di wilayah pegunungan, khususnya di sekitar Gunung Halimun dan Gunung Salak. Kasepuhan Ciptagelar memilih pindah lokasi pada tahun 2022 untuk mendekatkan diri dengan alam, yang kemudian berganti nama menjadi Kasepuhan Gelar Alam atau Gelaralam.

Tradisi dan keunikan masyarakat adat:  anggota komunitas ini adalah masyarakat adat Sunda yang menjaga nilai-nilai tradisi dan kebudayaan.

Mereka hidup selaras dengan alam, termasuk penggunaan teknologi modern seperti listrik tenaga mikrohidro, namun tetap mempertahankan nilai-nilai adat, termasuk bangunan rumah adat dipertahankan secara tradisional, dan ada aturan khusus mengenai pakaian adat bagi tamu yang berkunjung.

Pengalaman saya selama kunjungan tersebut sangat berkesan dan mengharukan. Bersama dosen serta rekan mahasiswa, saya merasa mendapatkan pengalaman yang berharga, karena tanpa mengikuti penelitian ini mungkin saya tidak akan mengetahui keberadaan kampung adat Gelar Alam. Selain keindahan alamnya yang masih asri, saya juga kagum dengan kuatnya tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat setempat.

Salah satu tradisi yang masih dilestarikan di Gelar Alam adalah terkait pengelolaan hasil panen, khususnya padi. Warga di kampung adat ini hanya melakukan panen padi satu kali dalam setahun.

Mereka memiliki sistem pertanian unik dengan menanam padi di lahan huma (bukan sawah) dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan pribadi disimpan di lumbung padi bernama leuit untuk kebutuhan jangka panjang.

Menariknya, padi atau beras hasil panen tersebut tidak diperbolehkan untuk dijual, melainkan disimpan di sebuah lumbung tradisional yang disebut “leuit”. Di dalam “leuit” inilah padi diawetkan dan disimpan sebagai persediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat hingga musim panen berikutnya tiba.

Tradisi tersebut diwariskan dari leluhur mereka dan hingga kini masih dipegang teguh tanpa tergerus oleh perubahan zaman. Prinsipnya, masyarakat Gelar Alam boleh memperjualbelikan hasil bumi lain ke luar kampung adat, tetapi untuk padi atau beras berlaku larangan keras untuk diperjualbelikan. Hal ini menjadi bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur sekaligus cara menjaga ketahanan pangan agar tidak kekurangan di masa mendatang.

Banyak sekali pelajaran yang saya peroleh dari kunjungan ini. Saya belajar bahwa hidup dengan kesederhanaan, kedekatan dengan alam, dan kepatuhan pada nilai-nilai leluhur mampu menciptakan rasa cukup serta menjaga keberlanjutan kehidupan.

Tradisi yang mereka pegang menjadi bukti nyata bahwa ketahanan pangan tidak hanya soal produksi, melainkan juga tentang kesadaran untuk mengatur konsumsi dan menjaga keberlangsungan sumber daya alam.

Secara umum, pengalaman berkunjung ke Gelar Alam memberikan hikmah bagi saya pribadi bahwa penting untuk lebih menghargai kearifan lokal dan kebudayaan yang ada di sekitar kita.

Saya menyadari bahwa pengetahuan bukan hanya bisa diperoleh di ruang kelas, tetapi juga melalui interaksi langsung dengan masyarakat yang masih melestarikan tradisi.

Dari pengalaman ini saya belajar untuk menghormati perbedaan dan menghayati nilai-nilai kebersamaan yang bisa menjadi bekal dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis : Windi Julia Wulandari dengan NPM 6072201012, mahasiswa Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Katolik Parahyangan,Minggu (5/10/2025)

Read Entire Article
| | | |