jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyambut gembira pernyataan Presiden Prabowo dalam peresmian sejumlah proyek energi terbarukan di Cepu, Kamis (26/6).
Dia menyebut Indonesia selama ini memang menghadapi sebuah paradoks.
Di tengah-tengah berlimpahnya sumber energi fosil dan terbarukan yang dimiliki, kebutuhan energi nasional masih bersumber dari impor.
“Bayangkan saja, kami impor 1 juta barel minyak mentah per hari, kami impor LPG untuk memasak, belum impor solar dan minyak tanah. Melalui pengembangan sumber-sumber energi terbarukan yang kami miliki, Indonesia tidak saja mengurangi bahkan menihilkan impor energi ke depannya, tetapi juga menjadi salah satu negara penghasil sumber energi baru dan terbarukan (EBT) terbesar di Asia," kata Eddy.
Dia menjelaskan multiplier effect transisi energi terhadap perekonomian Indonesia sangat positif dalam bentuk investasi di sektor energi terbarukan, transfer of technology, penyerapan tenaga kerja serta penguatan sektor industri dalam negeri yang menunjang proyek-proyek EBT.
“Kami tidak hanya akan melihat investasi di sektor EBT saja, namun efeknya adalah masuknya industri-industri baru yang proses produksinya mewajibkan mereka menggunakan sumber EBT, seperti data center, produsen sepatu olah raga dan pakaian dan usaha lainnya yang berorientasi ekspor," jelas Eddy.
Menurut Doktor Ilmu Politik UI ini, selain dari berbagai manfaat ekonomi yang bisa dipetik melalui pengembangan sektor EBT, kita juga akan membangun pilar ekonomi baru ke depannya, yakni ekonomi karbon.
"Saya meyakini, Indonesia akan menjadi salah satu negara terbesar penghasil kredit karbon yang akan dibutuhkan pelaku-pelaku usaha dalam dan luar negeri yang membutuhkannya untuk meng-offset emisi karbon yang mereka hasilkan. Ini adalah peluang ekonomi yang sangat besar dan dapat menjadi sumber pendapatan negara yang sangat berarti," lanjutnya.