jpnn.com - Kuasa hukum menilai putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang yang memvonis 6 tahun penjara terdakwa Nehemia Indrajaya, tidak mencerminkan fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan.
Nehemia selaku direktur PT Truba Engineering Indonesia divonis bersalah dalam perkara dugaan korupsi proyek retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam di PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, dalam persidangan Senin (14/4/2025).
"Kami melihat dari putusan hakim kemarin itu jauh sekali dari fakta-fakta hukum yang terungkap di dalam persidangan. Putusan itu seolah-olah hanya membenarkan apa yang disampaikan jaksa dalam tuntutannya," kata Wa Ode Nur Zainab selaku kuasa hukum Nehemia, dalam keterangan pada Selasa (15/4/2025).
Dia pun mempersoalkan terkait perhitungan kerugian negara. Menurut Wa Ode, nilai proyek retrofit sebesar Rp 74 miliar yang dicantumkan dalam kontrak tidak sepenuhnya diterima oleh PT Truba, sehingga apa yang disampaikan hakim jelas sangat keliru.
"Uang yang dikirim ke rekening PT Truba hanya sekitar Rp 67 miliar setelah dipotong PPN 10 persen oleh PLN sebagai pihak wajib pungut," tuturnya.
Kemudian cara menghitung kerugian negara versi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut bayar Rp 74 miliar, yang artinya pajak yang tadi dianggap sebagai keuntungan PT Truba, padahal pajak tersebut tidak pernah diberikan kepada PT Truba karena sudah dipotong langsung oleh PLN.
Menurut Wa Ode, dalam hal ini terdapat kekeliruan tentang fakta hukum dalam menghitung kerugian negara. Sebab, meski angka dalam kontrak terterta Rp 74 miliar, tetapi yang dikirim hanya Rp 67 miliar.
"Jadi, menghitung kerugian negara dari angka Rp 74 miliar, ini kan, sudah jelas keliru. Ini angka tidak bisa dimanipulasi karena fakta hukumnya demikian," ucapnya menegaskan.