jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lenkapi) Edi Hasibuan menilai bahwa revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait penambahan kewenangan penyidikan dapat memicu tumpang tindih kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan.
Menurutnya, penerapan asas Dominus Litis dalam revisi tersebut harus ditolak karena berpotensi menciptakan monopoli kewenangan, di mana jaksa seolah-olah menjadi atasan dari seluruh penegak hukum.
"Harus ada keseimbangan dalam hukum. Kita harus memahami bahwa asas Dominus Litis akan menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak berlanjut ke pengadilan atau dihentikan," ujar Edi dalam keterangannya, Selasa (11/2).
Dalam sistem hukum, asas Dominus Litis menjadikan jaksa sebagai pengendali utama perkara pidana. Hal ini berarti kejaksaan memiliki kewenangan penuh dalam menentukan kelanjutan proses hukum, termasuk menghentikan atau melanjutkan suatu perkara ke pengadilan.
Pendukung asas ini berargumen bahwa kewenangan tersebut akan meningkatkan efektivitas dan independensi kejaksaan dalam menangani kasus, sehingga proses hukum lebih terkontrol dan terhindar dari intervensi pihak lain. Beberapa negara yang menerapkan sistem ini, seperti Prancis dan Italia, menilai bahwa peran dominan jaksa dapat meningkatkan profesionalisme dalam proses hukum.
Namun, di sisi lain, banyak pihak menolak penerapan asas ini di Indonesia. Mereka khawatir bahwa pemberian kewenangan yang terlalu besar kepada kejaksaan dapat mengurangi prinsip checks and balances dalam sistem peradilan pidana. Jika tidak ada mekanisme kontrol yang ketat, jaksa berpotensi menyalahgunakan kewenangannya dalam menetapkan suatu perkara.
Edi menekankan bahwa kajian mendalam dan komprehensif diperlukan sebelum menerapkan asas ini. Jika tidak dikontrol dengan baik, hal ini dapat berujung pada penyalahgunaan wewenang (abuse of power).
"Kami justru melihat bahwa penambahan kewenangan penyidikan dalam revisi UU Kejaksaan akan melahirkan ketidakseimbangan antara penegak hukum, termasuk jaksa, polisi, dan hakim. Ini perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan dampak negatif," kata Edi, yang juga anggota Panitia Seleksi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).