jateng.jpnn.com, SEMARANG - Mas Ton, sapaan karib Suhartono Padmo Sumarto telah berpulang. Namun, semangatnya dalam membangun dunia teater dan kebudayaan Semarang tak pernah benar-benar pergi.
Kegigihannya berkesenian selama lebih dari empat dekade terus hidup dalam ingatan para pelaku seni yang pernah bersinggungan dengannya.
Sebagai bentuk penghormatan, Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah (Jateng) bersama Dewan Kesenian Semarang (Dekase) menggelar acara bertajuk “Doa dan Rindu yang Tak Usai”, Rabu (9/7).
Acara berlangsung khidmat sekaligus meriah di Rumah Po Han, Jalan Kepodang, kawasan Little Netherlands Kota Lama Semarang, sejak pagi hingga siang hari.
Mas Ton dikenang bukan hanya sebagai seniman teater. Dia adalah sosok yang membentuk jiwa dan watak pelaku seni lewat proses kreatif yang konsisten dan bersahaja.
Melalui Teater Lingkar, dia menghidupkan nalar kebudayaan di tengah masyarakat, sekaligus menjadi teladan tentang kesetiaan pada jalan kesenian.
Tiga narasumber utama hadir membagikan kesan mendalam, Eko Tunas (seniman, penulis dan sahabat dekat Mas Ton), Nasrun M. Yunus atau Bang Ayun (teaterawan) serta Sindhunata Gesit Widiharto (dalang muda sekaligus putra bungsu Mas Ton).
“Teater Lingkar telah memberi kontribusi besar dalam menjaga denyut kesenian di kota ini. Kita semua kehilangan sosok seniman yang konsisten berkesenian seperti Mas Ton,” ujar Kasubag Umum Balai Bahasa Jateng Andy Rahmadi membuka acara.