jabar.jpnn.com, BOGOR - PN Sidimpuan mulai terlihat mengakui hak rakyat, hal itu diungkapkan Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus.
Pernyataan Iskandar ini, setelah melihat mediasi di PN Padang Sidimpuan yang penuh sesak. Ini menjadi saksi perubahan.
Animo masyarakat yang tinggi ini, bukan perkara pidana atau sengketa bisnis miliaran, melainkan tuntutan sederhana dari masyarakat adat Simangambat, Padang Lawas Utara, Sumatera Utara terkait hak plasma, yakni kebun masyarakat minimal 20 persen dari areal perusahaan.
Atas hal ini, IAW kembali mengingatkan akan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan PT Agrinas Palma Nusantara, perusahaan BUMN pengelola sawit sitaan negara.
Usulan jalan tengah yang ditawarkan warga menurut IAW, merupakan usulan jalan tengah, berupa komitmen tertulis, realisasi bertahap, dan pengawasan bersama.
"Negara kali ini tidak menutup telinga. Satgas PKH dan PT Agrinas mulai membuka diri, mengakui bahwa plasma memang amanat undang-undang, bukan sekadar “bonus sosial” dari perusahaan. Mereka mulai membuka diri pada usulan mediasi warga tersebut. Ini awal yang baik," kata Iskandar Jumat (3/10).
Bagi IAW, dengan plasma 20 persen masuk radar politik negara di era Presiden Prabowo Subianto, secara tidak langsung, pemerintah menyadari plasma bukan sekadar pasal undang-undang, tetapi instrumen kesejahteraan rakyat yang harus ditegakkan.
Data IAW, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI dua dekade terakhir menyebutkan, keterlambatan realisasi plasma rata-rata 7,8–10 tahun, padahal hukum memberi batas maksimal hanya 3 tahun.

















































