jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Bareskrim Polri memaparkan temuan awal hasil identifikasi forensik terhadap kayu gelondongan yang terbawa banjir bandang di Garoga, Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Tim gabungan turun langsung ke lapangan melakukan penyisiran, pengukuran, dan pengambilan sampel kayu di sepanjang aliran sungai dan jembatan yang terdampak banjir dan longsor.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kemenhut menegaskan bahwa massifnya alih fungsi lahan di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara menjadi salah satu faktor yang memperparah bencana banjir pada akhir November lalu.
Kasubdit Perencanaan Pengelolaan DAS Ditjen PDASRH Kemenhut Catur Basuki Setyawan menjelaskan bahwa banjir di Sumatera Utara melanda 13 DAS yang tersebar di 11 kabupaten/kota.
Pada periode 2019–2024, wilayah itu mengalami perubahan tutupan lahan hutan seluas 9.424 hektare, dengan 36,4 persen terjadi di dalam kawasan hutan dan 63,6 persen di luar kawasan.
Perubahan tutupan di DAS Garoga, yaitu perubahan tutupan lahan hutan menjadi nonhutan seluas 28.885 hektare.
“Di kawasan hutan hanya sekitar 0,4 persen, sementara di luar kawasan hutan mencapai sekurang-kurangnya 99 persen. Ini khusus untuk DAS Garoga,” ucap Catur dalam keterangannya, pada Kamis (11/12).
Sementara itu, Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Muda Kemenhut Yandi Irawan Sutisna mengungkapkan bahwa tim telah mengumpulkan 43 sampel kayu dari berbagai titik terdampak, di antaranya Jembatan Garoga 1, Jembatan Garoga 2, serta beberapa lokasi di kilometer 4, 6, dan 8 di sepanjang aliran Sungai Garoga.






















































