jpnn.com, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa dalam konteks penegakan etik, Hakim Konstitusi Arsul Sani tidak terbukti melakukan pemalsuan ijazah pendidikan doktoral seperti isu yang belakangan mencuat.
Putusan tersebut diucapkan pada sidang di Jakarta, Kamis, setelah MKMK melakukan rapat klarifikasi pada 20 Oktober 2025 menyusul adanya temuan yang diregistrasi Sekretariat MKMK pada 7 November 2025.
"Hakim terduga (Arsul Sani) tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam prinsip integritas dalam Sapta Karsa Hutama," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, dilihat dari laman resmi MK.
Dalam pertimbangan hukum dan etika putusan itu, Sekretaris MKMK Ridwan Mansyur mengatakan bahwa MKMK tidak memiliki kapasitas untuk menilai dan memutus keabsahan dan keaslian ijazah doktoral Arsul Sani.
Meskipun demikian, dia menyatakan tidak dapat dimungkiri, keabsahan ijazah pendidikan jenjang doktoral menjadi bagian dari salah satu unsur yang menentukan dalam menilai hakim bersangkutan melanggar Sapta Karsa Hutama atau tidak.
Oleh sebab itu, dia menekankan MKMK tidak sedang memeriksa perkara dengan mengukur berdasarkan unsur-unsur delik pemalsuan dokumen, sebagaimana diatur KUHP.
Namun begitu, kata Ridwan, MKMK dapat "meminjam" ukuran unsur-unsur delik pemalsuan dokumen dalam hukum pidana untuk menentukan apakah perbuatan Arsul Sani selaku hakim terduga dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela yang melanggar etik.
Dalam pemeriksaan temuan, MKMK meminta Arsul Sani menunjukkan dokumen ijazahnya ke hadapan majelis dalam sidang pada Rabu (12/11).





















































