jateng.jpnn.com, SEMARANG - Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto tak bisa berbuat banyak setelah perusahaannya resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Jumat (28/2).
Dalam rapat kreditur yang digelar di Ruang Kusumah Atmadja, dia menerima putusan dengan berat hati dan menghormati keputusan yang telah diambil.
Iwan mengakui kondisi keuangan Sritex tidak memungkinkan untuk mempertahankan bisnisnya. "Dengan keterbatasan ruang gerak dan modal kerja, proposal going concern yang kami diskusikan sebelumnya tidak cukup untuk membayar kreditur," ujarnya.
Setelah keputusan pailit dijatuhkan, Tim Kurator Sritex langsung bergerak untuk melakukan pemberesan aset perusahaan.
Kurator Nurma Candra Yani Sadikin menjelaskan arus kas perusahaan mengalami ketidakseimbangan parah, di mana pengeluaran jauh melebihi pemasukan.
Menurut Nurma, total beban gaji karyawan beserta kewajiban perusahaan lainnya mencapai Rp 35 miliar per bulan, sementara tagihan listrik saja sudah menyentuh Rp 9,7 miliar per Februari 2025.
"Selain itu, masih ada biaya produksi dengan batu bara, bahan baku, dan pengeluaran lain yang belum terhitung," tambahnya.
Saat ini, pendapatan Sritex hanya berasal dari jasa makloon pre-treatment dan garment, yang menghasilkan sekitar Rp 20 miliar. Anak perusahaannya, PT Primayudha Mandirijaya, juga hanya mencetak keuntungan Rp 1 miliar, sementara dua lainnya—PT Bitratex Industri dan PT Sinar Pantja Djaja—sudah berhenti beroperasi.