jatim.jpnn.com, SURABAYA - Sidang perkara dugaan korupsi pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Ngawi kembali digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (25/11).
Dua terdakwa, anggota DPRD Ngawi berinisial WI dan notaris NA, kembali menjalani persidangan yang kali ini beragendakan pemeriksaan ahli.
Sidang dipimpin hakim Irlina, tetapi ahli perdata dari UGM Dr Taufiq El Rahman SH MHum, tidak dapat hadir karena sakit. Jaksa penuntut umum (JPU) kemudian membacakan keterangannya di persidangan.
Langkah JPU itu langsung dikritik tim kuasa hukum NA, Heru Nugroho, Sugihartono, dan Dwi Priyono. Mereka menilai banyak kejanggalan sejak awal penanganan perkara ini.
Heru menjelaskan pihaknya sempat mengajukan praperadilan setelah kliennya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Namun, permohonan itu tidak diterima karena JPU telah melimpahkan perkara ke pengadilan.
Menurut Heru, sejumlah aturan hukum acara telah dilanggar JPU. Salah satunya terkait izin pemeriksaan notaris dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN) sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU Jabatan Notaris.
“Klien kami adalah notaris. Untuk kepentingan peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib mendapatkan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris,” kata Heru seusai persidangan.
Dia menyoroti pemisahan berkas perkara (splitsing) yang dianggap tidak dijalankan sesuai aturan. Pemeriksaan saksi untuk terdakwa NA disebut hanya menyalin dari berkas WI.



















































