Deepfake dan Tantangan AI di Indonesia: Kolaborasi, Regulasi, dan Literasi Jadi Kunci

3 hours ago 24

Sabtu, 28 Juni 2025 – 10:20 WIB

 Kolaborasi, Regulasi, dan Literasi Jadi Kunci - JPNN.com Jogja

Ilustrasi - Kampanye anti hoaks. Foto: Dok. Mafindo

jogja.jpnn.com, YOGYAKARTA - Fenomena deepfake, yaitu video, gambar, atau suara palsu yang dihasilkan dengan kecerdasan buatan (AI), makin menjadi perhatian di Indonesia.

Untuk menghadapi ancaman penyalahgunaan teknologi ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama organisasi masyarakat sipil (CSO) berkolaborasi menyiapkan alat pendeteksi deepfake.

Salah satu mitra utama dalam inisiatif ini adalah Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), yang mengembangkan platform verifikasi berbasis AI untuk mengecek keaslian konten lintas format, mulai dari teks, gambar, hingga suara.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan pemerintah akan bekerja sama dengan CSO untuk menghasilkan alat pendeteksi deepfake.

“Kami nanti bisa mengecek konten bukan hanya dalam bentuk teks, tetapi juga video, gambar dan suara. Ini diharapkan membantu masyarakat mengenali kebenaran suatu konten,” ujar Bonifasius pada Jumat (27/6).

Meski alat deteksi deepfake terus dikembangkan, Indonesia masih menghadapi tantangan besar di bidang regulasi dan etika.

Saat ini, belum ada aturan spesifik yang mengatur penggunaan dan pengawasan konten berbasis AI, termasuk deepfake.

Bonifasius mengatakan pemerintah tengah menyiapkan peta jalan (roadmap) pengembangan kebijakan nasional AI untuk menjadi pedoman resmi pembangunan ekosistem AI yang inklusif dan bertanggung jawab.

Penggunaan kecerdasan buatan masih menjadi tantangan di Indonesia. Fenomena deepfake kini jadi perhatian. Bagaimana pemerintah mencegah penyalahgunaan AI?

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com Jogja di Google News

Read Entire Article
| | | |