jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah terus memperkuat hilirisasi nikel sebagai fondasi industri baterai kendaraan listrik (EV) dan strategi menuju transisi ekonomi hijau.
Sejak larangan ekspor bijih nikel pada 2014, nilai ekspor produk olahan melonjak dari sekitar USD 1 miliar menjadi USD 33,64 miliar pada 2024, sekaligus mendorong pertumbuhan industri pengolahan dan penyerapan tenaga kerja.
Indonesia kini memasuki fase baru dengan membangun ekosistem industri baterai EV terintegrasi, mulai dari prekursor hingga perakitan baterai dan kendaraan listrik.
Proyek pembangunan pabrik di Karawang dan Morowali menjadi penanda komitmen nasional dalam memperkuat rantai pasok domestik yang kompetitif secara global.
Wakil Ketua Komite Hilirisasi Mineral dan Batubara Kadin Indonesia, Djoko Widayatno menilai hilirisasi nikel telah memberi kontribusi strategis bagi perekonomian.
“Namun, agar proses ini benar-benar berkelanjutan dan inklusif, perlu diperkuat dengan tata kelola yang baik dan pembangunan ekosistem industri yang komprehensif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/6).
Dia mengungkapkan, ekspor nikel olahan Indonesia naik signifikan dari Rp 17 triliun pada 2014 menjadi Rp510 triliun pada 2023.
“Indonesia sudah mencetak capaian strategis dalam hilirisasi nikel,” katanya, sembari mendorong pengembangan produk akhir seperti baterai EV yang memiliki nilai tambah hingga ratusan kali lipat dibandingkan bijih mentah.